Kamis, 30 September 2010

mengecoh gajah

Abu Nawas: Mengecoh Gajah

Abu Nawas sedang berjalan-jalan santai. Ada kerumunan masa. Abu Nawas bertanya kepada seorang kawan yang kebetulan berjumpa di tengah jalan.
            Ada kerumunan apa di sana?” tanya Abu Nawas
            “Pertunjukkan keliling yang melibatkan gajah ajaib.”
            “Apa maksudmu dengan gajah ajaib?” kata Abu Nawas ingin tahu.
            Gajah yang bisa mengerti bahasa manusia, dan yang lebih menakjubkan adalah gajah itu hanya mau tunduk kepada pemiliknya saja.” kata kawan Abu Nawas menambahkan.
            Abu Nawas semakin tertarik. Ia tidak tahan untuk menyaksikan kecerdikan dan keajaiban binatang raksasa itu.
            Kini Abu Nawas sudah berada di tengah kerumunan para penonton. Karena begitu banyak penonton yang menyaksikan pertunjukan itu, sang pemilik gajah dengan bangga menawarkan hadiah yang cukup besar bagi siapa saja yang sanggup membuat gajah itu menganggguk-angguk.
            Tidak heran bila banyak diantara para penonton mencoba maju satu persatu. Mereka berupaya dengan beragam cara untuk membuat gajah itu mengangguk-angguk, tetapi sia-sia. Gajah itu tetap menggeleng-gelengkan kepala.
            Melihat kegigihan gajah itu Abu Nawas semakin penasaran. Hingga ia maju untuk mencoba. Setelah berhadapan dengan binatang itu Abu Nawas bertanya,
            “Tahukah engkau siapa aku?” Gajah itu menggeleng.
            “Apakah engkau tidak takut kepadaku?” tanya Abu Nawas lagi. Namun gajah tetap menggeleng.
            “Apakah engkau takut kepada tuanmu?” tanya Abu Nawas memancing. Gajah itu mulai ragu.
            “Bila engkau tetap diam maka akan aku laporkan kepada tuanmu.” lanjut Abu Nawas mulai mengancam. Akhirnya gajah itu terpaksa mengangguk-angguk.
            Atas keberhasilan Abu Nawas membuat gajah itu mengangguk-angguk maka ia mendapat hadiah berupa uang yang banyak. Bukan main marah pemilik gajah itu hingga ia memukuli binatang yang malang itu. Pemilik gajah itu malu bukan kepalang. Hari berikutnya ia ingin menebus kekalahannya. Kali ini ia melatih gajahnya mengangguk-angguk.
Bahkan ia mengancam akan menghukum berat gajahnya bila sampai bisa dipancing penonton menggeleng-geleng terutama oleh Abu Nawas. Tak peduli apapun pertanyaan yang diajukan.
            Saat-saat yang dinantikan tiba. Kini para penonton yang ingin mencoba, harus sanggup membuat gajah itu menggeleng-gelengkan kepala. Maka seperti hari sebelumnya, banyak para penonton tidak sanggup memaksa gajah itu menggeleng-gelengkan kepala. Setelah tidak ada lagi yang ingin mencobanya, Abu Nawas maju. Ia mengulang pertanyaan yang sama.
            “Tahukah engkau siapa daku?” gajah itu mengangguk.
            “Apakah engkau tidak takut kepadaku?” gajah itu tetap mengangguk.
            “Apakah engkau tidak takut kepada tuanmu?” pancing Abu Nawas. Gajah itu tetap mengangguk karena binatang itu lebih takut terhadap ancaman tuannya daripada Abu Nawas.
            Akhirnya Abu Nawas mengeluarkan bungkusan kecil berisi balsam panas.
            “Tahukah engkau apa guna balsam ini?” gajah itu tetap mengangguk.
            “Baiklah, bolehkah kugosok selangkangmu dengan balsam?” gajah itu mengangguk.
            Lalu Abu Nawas menggosok selangkang binatang itu. Tentu saja gajah itu merasa agak kepanasan dan mulai panik.
            Kemudian Abu Nawas mengeluarkan bungkusan yang cukup besar. Bungkusan itu juga berisi balsam.
            “Maukah engkau bila balsam ini kuhabiskan untuk menggosok selangkangmu?” Abu Nawas mulai mengancam. Gajah itu mulai ketakutan. Dan rupanya ia lupa ancaman tuannya sehingga ia terpaksa menggeleng-gelengkan kepala sambil mundur beberapa langkah.
            Abu Nawas dengan kecerdikan dan akalnya yang licin mampu memenangkan sayembara meruntuhkan kegigihan gajah yang dianggap cerdik.
            Ah, jangankan seekor gajah, manusia paling pandai saja bisa dikecoh Abu Nawas.

abu nawas : raja jadi pengemis

Kisah si Abunawas : Raja Jadi PengemisJul 20, '06 12:49 PM
for everyone
Abunawas kaget, ketika tiba-tiba pesuruh menuju ke istana. Disana telah menunggu Baginda yang tengah duduk tegap di Singgasana istana. “Hai apa kabar, Abunawas?” sapa Baginda. “Aku benar-benar mengharap bantuanmu.” “Bantuan apa, Baginda?” Abunawas balik bertanya. “Begini, Abu,” Baginda mulai bercerita, “Aku dengar Tuan Habul sudah mulai membangkang terhadap kewajiban negara. Pembantu-pembantuku di daerah melaporkan kalau dia sudah tidak mau lagi membayar zakat. Padahal dia orang yang kaya raya, lho!” “Mengapa Baginda tidak panggil saja dia ke istana? Lantas jebloskan ke dalam penjara. Habis perkara. Gitu aja kok repot….”

“Sebenarnya bisa saja aku berbuat begitu. Tapi apa tidak ada cara lain? Soalnya sayang kalau aku menghukumnya. Bagaimana pun dulu dia adalah orang yang paling rajin membayar zakat. Tapi entah mengapa, semakin dia kaya, semakin malas pula dia membayar zakat.” Sebenarnya kalau ingat nama Tuan Habul, Abunawas inginnya dia dipenjara. Karena seantero negeri tahu, kalau Tuan Habul orang yang sangat pelit. Hampir tidak ada orang yang menyukainya. Kecuali mungkin antek-anteknya saja. Tapi karena ini perintah Baginda, mau tak mau Abunawas ikut pula memikirkan jalan keluarnya.

“Begini saja, Baginda,” usul Abunawas. “beri hamba kesempatan berpikir untuk membuat dirinya sadar. Tapi tentu saja selama berpikir, hamba tidak bisa bekerja mencari nafkah buat keluarga. Oleh sebab itu hamba minta ganti rugi selama hamba berpikir menyelesaikan masalah ini.” “Sudah kuduga sejak semula. Kau pasti meminta imbalan kalau kuminta bantuan. Ini, bawa!” ujar Baginda kesal. Baginda mengeluarkan uang dua ratus ribu dinar kepada Abunawas. Sambil cengar-cengir, Abunawas membawa pulang uang pemberian Baginda.

Seminggu kemudian Abunawas datang ke istana. Dia datang dengan segudang rencana yang telah disusunnya. “Bagaimana, Abunawas? Sudah ketemu jalan keluarnya?” tanya Baginda. “Beres, Baginda. Cuma caranya Baginda dan saya harus menyamar jadi pengemis. Apakah Baginda bersedia?”

Semula Baginda agak kaget juga mendengar usul Abunawas. Tapi karena keinginan kuat menyadarkan Tuan Habul, Baginda akhirnya bersedia. Dengan menyamar jadi pengemis, Abunawas dan Baginda datang ke rumah Tuan Habul. Pucuk dicinta ulam tiba, Tuan Habul sedang ada di rumah. Abunawas pun segera uluk salam. “Selamat pagi, Tuan. Kami ini pengemis. Apakah Tuan ada sedikit uang receh?”

“Tidak ada!” jawab Tuan Habul dengan angkuh. “Kalau begitu, apakah Tuan punya pecahan roti kering sekadar untuk mengganjar perut kami yang sedang lapar?”“Tidak ada!” “Kalau begitu, kami minta air putih saja. Tidak banyak, masing-masing satu gelas saja.” “Sudah kubilang sedari tadi aku tidak punya apa-apa!” Tuan Habul mulai tidak bisa menahan emosinya. Dan rupanya jawaban ini yang ditunggu-tunggu Abunawas. “Kalau Tuan tidak punya apa-apa,” cetus Abunawas, “mengapa Tuan tidak ikut kami saja jadi pengemis?” Wajah Tuan Habul pucat pasi mendengar cetusan Abunawas. Rasa marah, tersinggung dan terhina bercampur aduk menjadi satu. Tapi, belum sempat kesadaran Tuan Habul pulih, Abunawas dan Baginda segera membuka kedoknya. “Bagaimana, Habul,” kali ini giliran Baginda yang berbicara, “mau pilih jadi orang kaya atau menjadi orang yang tidak punya apa-apa? Kalau pilih jadi orang yang tidak punya apa-apa, ya ikut saja Abunawas mengemis dari rumah ke rumah. Tapi kalau pilih menjadi orang kaya, ya jangan lupa membayar zakatnya. Bukan begitu, Habul?” Mendengar penuturan Baginda, Tuan Habul terdiam seribu bahasa. Dia merasa sangat malu. Sedang Abunawas hanya cengengesan menyaksikan kejadian itu. “Enak saja Baginda menyuruhku jadi pengemis,” gumam Abunawas sambil mengumpat dalam hati. Apa boleh buat, zakat kewajiban bagi yang mampu untuk menunaikannya. (*/mntr)
NB : Di sadur dari pontianak Post.

dosa besar or kecil

Kisah Abu Nawas,… dosa besar atau dosa kecil… ??? Desember 31, 2008

Posted by triatmono in Religi.
trackback
 
i
3 Votes
Quantcast
Mau denger cerita… Abu Nawas… ??? Mau.. ??? Mau…??? Mau…??? (koyo iklaan waeee… red.). Oke lanjuuuutt… !!! Abu Nawas dianggap tokoh lucu… namun dianggap juga sebagai tokoh ulama, sufi.. orang Persia lahir tahun 750M di Ahwaz..dan meninggal tahun 819M di Baghdad… !!! Ia mengabdikan diri nya pada Sultan Harun Al Rasyid Raja Baghdad… !!! Karena Abu Nawas juga dianggap seorang ulama.. maka banyak muridnya … dan suatu ketika… ada tiga orang yang menanyakan kepada Abu Nawas pertanyaan yang sama… !!! Pertanyaannya adalah “Manakah yang lebih utama mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil… ???” :D Orang pertama menanyakan hal itu, dan jawaban Abu Nawas adalah “Orang yang mengerjakan dosa kecil.. !!!” Mengapa… tanya orang pertama. Sebab lebih mudah diampuni oleh Allah.. kata Abu Nawas.  Orang pertama puas, yaagh karena ia memang yakin akan hal itu… !!! Orang kedua menanyakan hal yang sama,… dan jawaban Abu Nawas adalah “Orang yang tidak mengerjakan kedua-duanya… !!!” Mengapa begitu… tanya orang kedua. Yaagh dengan begitu tentu tidak memerlukan pengampunan Allah… kata Abu Nawas… !!! Orang kedua … langsung dapat mencerna penjelasan Abu Nawas…. !!! Orang ketiga menanyakan juga hal yang sama… !!! Namun jawaban Abu Nawas adalah Orang yang mengerjakan dosa besar… !!! Mengapa … ??? tanya orang ketiga. Sebab pengampunan Allah kepada hambanya sebanding dengan besarnya dosa hambanya itu… !!! jawab Abu Nawas. Orang ketiga puas dengan penjelasan Abu Nawas… !!! Seorang murid Abu Nawas … yang bingung menanyakan kepada Abu Nawas… !!! “Mengapa dengan pertanyaan yang sama menghasilkan jawaban berbeda… ??? tanyanya. Jawaban Abu Nawas adalah manusia dibagi tiga tingkatan… yaitu tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati… !!! Seorang anak kecil melihat bintang di langit akan bilang bahwa bintang itu kecil… karena ia hanya menggunakan matanya… !!! Sebaliknya … seorang pandai akan mengatakan bahwa bintang itu besar.. karena ia berpengetahuan dan menggunakan otaknya… !!! Kemudian apa tingkatan hati… ??? Orang pandai yang melihat bintang di langit.. ia akan tetap mengatakan bahwa bintang  itu kecil… walau ia tahu bintang itu besar.. !!! Karena ia tahu dan mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan Allah yang Maha Besar… !!! Kemudian … murid tersebut menanyakan… “Wahai Guru… bagaimana mendapatkan ampunan dari Allah mengingat dosa-dosa yang begitu besar… ???”. Bisa… dengan melalui pujian dan doa… kata Abu Nawas… !!! Ajarkan doa itu wahai Guru… pinta murid Abu Nawas… !!!
Illahi lastu lil firdausi ahlan, walaa aqwa’ alannaril jahiimi, fahabli taubatan waqhfir dzunuubi, fa innaka ghafiruz dzambil adziimi …. Wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas menjadi penghuni surga. namun aku tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu terimalah tobatku dan ampunilah dosa-dosaku. Sesungguhnya hanya Engkau pengampun dosa-dosa besar…

ABU NAWAS DAN ENAM ekor lembbu yang pandai bicara

Abu Nawas dan Kisah Enam Ekor Lembu yang Pandai Bicara

lembu-abu-nawas
Pada suatu hari, Sultan Harun al-Rasyid memanggil Abu Nawas menghadap ke Istana. Kali ini Sultan ingin menguji kecerdikan Abu Nawas. Sesampainya di hadapan Sultan, Abu Nawas pun menyembah. Dan Sultan bertitah, “Hai, Abu Nawas, aku menginginkan enam ekor lembu berjenggot yang pandai bicara, bisakah engkau mendatangkan mereka dalam waktu seminggu? Kalau gagal, akan aku penggal lehermu.
“Baiklah, tuanku Syah Alam, hamba junjung tinggi titah tuanku.”
Semua punggawa istana yang hadir pada saat itu, berkata dalam hati, “Mampuslah kau Abu Nawas!”
Abu Nawas bermohon diri dan pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, ia duduk berdiam diri merenungkan keinginan Sultan. Seharian ia tidak keluar rumah, sehingga membuat tetangga heran. Ia baru keluar rumah persis setelah seminggu kemudian, yaitu batas waktu yang diberikan Sultan kepadanya.
Ia segera menuju kerumunan  orang banyak, lalu ujarnya, “Hai orang-orang muda, hari ini hari apa?”
Orang-orang yang menjawab benar akan dia lepaskan, tetapi orang-orang yang menjawab salah, akan ia tahan. Dan ternyata, tidak ada seorangpun yang menjawab dengan benar. Tak ayal, Abu Nawas pun marah-marah kepada mereka, “Begitu saja kok anggak bisa menjawab. Kalau begitu, mari kita menghadap Sultan Harun Al-Rasyid, untuk mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya.”
Keesokan harinya, balairung istana Baghdad dipenuhi warga masyarakat yang ingin tahu kesanggupan Abu Nawas mambawa enam ekor Lembu berjenggot.
Sampai di depan Sultan Harun Al-Rasyid, ia pun menghaturkan sembah dan duduk dengan khidmat. Lalu, Sultan berkata, “Hai Abu Nawas, mana lembu berjenggot yang pandai bicara itu?”
Tanpa banyak bicara, Abu Nawas pun menunjuk keenam orang yang dibawanya itu, “Inilah mereka, tuanku Syah Alam.”
“Hai, Abu Nawas, apa yang kau tunjukkan kepadaku itu?”
“Ya, tuanku Syah Alam, tanyalah pada mereka hari apa sekarang,” jawab Abu Nawas.
Ketika Sultan bertanya, ternyata orang-orang itu memberikan jawaban berbeda-beda. Maka berujarlah Abu Nawas, “Jika mereka manusia, tentunya tahu hari ini hari apa. Apalagi jika tuanku menanyakan hari yang lain, akan tambah pusinglah mereka. Manusia atau hewan kah mereka ini? “Inilah lembu berjenggot yang pandai bicara itu, Tuanku.”
Sultan heran melihat Abu Nawas pandai melepaskan diri dari ancaman hukuman. Maka